
Malang (16/7) - Pada hari senin (12/07/2021) kelompok 82 gelombang 7 Pengabdian Masyarakat oleh Mahasiswa (PMM) yang anggotanya merupakan Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dengan Dosen Pembimbing Lapangan Bapak Adi Slamet Kusumawardana, S.Si., M.Si mengadakan penyuluhan tentang tata cara pembuatan Peraturan Desa yang baik dan benar di Desa Dengkol dengan pemateri yang berkompeten di bidang tersebut yaitu Bapak Sholahuddin Al Fatih, S.H., M.H, yang juga merupakan dosen di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang.
Pengabdian Masyarakat merupakan suatu gerakan proses pemberdayaan diri untuk kepentingan masyarakat. Dengan membentuk masyarakat yang maju maka secara tak langsung akan terbentuk pula sebuah peradaban yang maju karena sebuah peradaban berawal dari kumpulan masyarakat yang saling mempengaruhi dan melengkapi. Penyuluhan yang bertema “Tata Cara Pembuatan Peraturan Desa Yang Baik Dan Benar” ini, bertujuan untuk memperluas wawasan hukum terhadap khalayak umum terutama para pemangku pemerintahan di desa Dengkol, membangun kesadaran para pemerintah desa Dengkol terhadap pentingnya pemahaman hukum yang berlaku agar tidak terjadi atau mengurangi ketidakpahaman oleh pemerintah di desa Dengkol terhadap hukum, sehingga Pemerintah desa Dengkol dapat membuat suatu Peraturan Desa yang tidak berbenturan dengan aturan-aturan yang ada diatasnya. Tentunya acara tersebut merupakan salah satu proses pelaksanaan dari Tri Dharma perguruan tinggi.
Dalam pelaksanaannya, kegiatan tersebut dihadiri oleh pak Arfad selaku Sekretaris Desa, pak Fajar selaku Pendamping Desa, Perwakilan dari Badan Pengawas Desa (BPD), dan juga para perangkat Desa Dengkol. Pada pelaksanaan penyuluhan tersebut, Bapak Sholahuddin Al Fatih, S.H., M.H selaku pemateri menjelaskan tentang Permendagri Nomor 111 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa dan pada intinya pemateri menekankan, “Bahwa penerbitan suatu peraturan desa haruslah sesuai alur yang telah ditentukan pada Permendagri Nomor 111 tahun 2014 yaitu yang pertama tahap Perencanaan , kedua tahap Penyusunan, Ketiga tahap Penetapan, Keempat Penyebarluasan, Kelima Evaluasi, dan tahap yang terakhir adalah Klarifikasi”.
Dan yang menarik adalah pada sesi tanya jawab, Vanda Estabia selaku Koordinator Kelompok 82 Gelombang 7 PMM dan juga pada saat itu bertugas sebagai Moderator pada penyuluhan Tersebut mempersilahkan kepada para audiens apakah ada suatu pertanyaan atau tidak, dan pak Fajar selaku Pendamping Desa mengajukan suatu pertanyaan yang sangat menarik yaitu pada saat itu beliau menanyakan, “Bagaimana jika sudah disahkannya suatu Peraturan Desa, dan muncul suatu peraturan di atasnya yang baru semisal munculnya suatu peraturan menteri dan dengan adanya peraturan menteri tersebut peraturan yang ada di desa jadi bertentangan aturan tersebut yang notabenenya suatu aturan yang ada diatasnya maka apa yang harus kami lakukan sebagai perwakilan dari pemerintahan desa?”.
Dan pertanyaan menarik tersebut dijawab oleh pemateri dengan beberapa point yaitu yang Pertama, Peraturan Desa berkedudukan sebagai peraturan perundang-undangan dengan ciri-ciri antara lain: bersifat tertulis, dibentuk oleh Kepala Desa dan dibahas bersama-sama dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai lembaga yang berwenang di Desa, bersifat umum dan abstrak, serta dapat diuji (review) jika bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Lalu pada point Kedua dijelaskan bahwa, bentuk pengujian konstitusionalitas Peraturan Desa adalah executive review berupa pengawasan dengan memberikan kewenangan kepada Bupati/Walikota untuk mengawasi Peraturan Desa dan dapat membatalkannya apabila bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/kepentingan umum. Pengawasan Peraturan Desa terdiri dari: evaluasi dan klarifikasi Peraturan Desa yang berkaitan dengan APB Desa, pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa.