
Fatih, begitu ia biasa disapa. Pria kelahiran Gresik, 33 tahun lalu ini, merupakan dosen di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang sejak tahun 2017 silam. Fatih, yang merupakan alumni jenjang pendidikan formal dalam negeri, menuntaskan seluruh jenjang pendidikan formalnya di Indonesia.
Jenjang S1 dan S3 ia tuntaskan dari Universitas Brawijaya, sedangkan jenjang S2nya ia habiskan di Surabaya, tepatnya di Universitas Airlangga. Namun, jangan salah, lulusan dalam negeri juga bisa berkiprah hingga luar negeri. Fatih telah membuktikannya.
"Alhamdulillah, di era borderless seperti sekarang, tidak ada batasan, bahwa yang bisa mengajar di LN (Luar Negeri-red), adalah hanya bagi mereka yang merampungkan studi dari LN. Saya memulai abroad sekitar Tahun 2023 silam, dimana saat itu saya mengikuti DDA Camp di Tallin, Estonia. Tepatnya di daerah Viljandi." Ungkap Fatih memulai kisahnya.
Seperti diberitakan oleh beberapa media, salah satunya di Radar Malang, Fatih mengisahkan keberaniannya abroad karena berkat doa dan dukungan orang tua. Fatih yang asli desa, di pantura Jawa Timur, tepatnya di Gresik, berani bermimpi untuk mengajar di luar negeri.
"Ibu saya lulusan sekolah dasar, mungkin dulu namanya Sekolah Rakyat ya. Tapi beliau selalu mendoakan saya, mendoakan anak cucunya agar punya mimpi besar. Alhamdulillah, selepas dari Estonia, tahun 2023 saya ke Portugal dan Malaysia. Lalu di awal tahun 2025 saya ke Uzbekistan." Lanjut Fatih
Dalam setiap kesempatan mengajar tersebut, Fatih bercerita mengenai Hukum Tata Negara, Konstitusi dan Pemilu di Indonesia. Tiga topik tersebut merupakan topik yang menjadi ranting keilmuan Fatih.
"Iya saya tidak mungkin cerita apa yang saya tidak kuasai kan. Mayoritas tentang tiga hal itu. Ada banyak yang unik, misalnya di Estonia, saya bertemu dengan peserta dari Meksiko yang mengagumi sudut pandang penghimpunan zakat dalam ibadah umat Islam, dimana zakat dikumpulkan dan disalurkan lagi kepada fakir miskin dan mustahik zakat, bukan disimpan oleh pemuka agamanya. Lalu di Uzbekistan dan Malaysia, saya bertemu dengan banyak peserta yang kagum dengan kebebasan berpendapat di Indonesia, terutama dalam bentuk demonstrasi, karena mahasiswa disana dilarang demonstrasi." Pungkas Fatih
Pengalaman mengajar keliling dunia tersebut sekaligus menjadi pengalaman berharga, bagi anak kampung, yang dibesarkan dari keluarga petani, dengan segala keterbatasan yang ia miliki. Fatih tumbuh tanpa privilege, tanpa akses mumpuni ke sumber referensi, bahkan Fatih baru bisa mengoperasikan komputer saat duduk di kelas VII SMP dan mulai belajar bahasa Inggris juga di bangku yang sama. Namun, kegigihan ditambah doa orang tua adalah booster untuk menjemput takdir. Usaha tak akan mengkhianati hasil.